Banyak pakar menulis teori tentang kiat-kiat meraih sukses dan menjadi kaya raya. Teori-teori semacam ini biasanya dihasilkan dari studi terhadap otobiografi manusia-manusia super dengan mempelajari ketrampilan dan bakat-bakat mereka. Bakat-bakat yang dimiliki orang-orang unggulan, seperti: berpikir positif, keberanian, pengambilan resiko, kerja keras, optimisme dan lain sebagainya inilah yang kemudian dianggap dapat membantu kita menjadi Sang Pemenang.
Sayangnya, orang-orang kalah tidak pernah menulis buku. Tidak ada penerbit manapun yang mau mencetak otobiografi para pecundang. Pembacapun akan berpikir dua kali ketika mau merogoh kocek seratus ribu rupiah buat mendengar cerita tentang suatu kegagalan. Walaupun bisa jadi cerita itu mengandung hal-hal berguna ketimbang sebuah kisah sukses. Kalau kita mau perhatikan riwayat hidup orang-orang yang gagal, bakat-bakat merekapun juga sama persis dengan yang dimiliki oleh orang-orang sukses, seperti: berpikir positif, keberanian, pengambilan resiko, kerja keras, optimisme dan lain sebagainya.Mungkin saja ada sedikit perbedaan ketrampilan diantara orang sukses dengan orang gagal. Namun yang sebenarnya memisahkan mereka cuma satu faktor, yaitu : keberuntungan!.
Tidak ada teori, doa dan prediksi apapun yang bisa digunakan sebagai patokan untuk meraih kesuksesan atau menjadi kaya raya. Pernahkah kita amati, bahwa hanya ada sepuluh doa terkabul yang diceritakan orang-orang, sedangkan seribu doa tak terkabul lainnya cuma meringkuk di sudut-sudut hati yang tak bicara. Hanya ada sepuluh ramalan dukun yang tepat sehingga kemanjurannya dijadikan buah bibir, namun seribu ramalan lainnya yang tidak tepat cuma disimpan didalam laci. Sesungguhnya yang terjadi adalah, bahwa teori-teori, doa-doa, ramalan-ramalan tentang kesuksesan dan kekayaan, apakah itu disampaikan oleh para pakar, ustad atau dukun, intinya sama dan hanya bertumpu pada satu faktor, yaitu: kebetulan!.
Banyak teman kita yang cerdas akhirnya cuma menjadi orang kebanyakan, tak kurang pula seorang sahabat bodoh tetapi menjadi kaya raya. Begitu sering kita lihat orang malas yang sukses dan seorang pekerja keras yang tetap saja miskin. Semua itu tidak bisa kita jadikan ukuran, hanya “waktu dan tempat yang tepat”lah yang menjadikan seseorang sukses atau kaya, tidak peduli mereka itu cerdas,bodoh, optimis, pesimis, malas maupun pekerja keras. Lantas bagaimana caranya agar “waktu dan tempat yang tepat” itu bisa kita ketahui?, jawabnya adalah: saya tidak tahu!.
Judul diatas sengaja saya buat sebagai “sinisme” atau lebih tepatnya sebagai bentuk keprihatinan atas maraknya buku-buku tentang kiat-kiat sukses atau cara-cara menjadi kaya dan semacamnya. Atau membanjirnya presentasi para eksekutif top pada seminar-seminar yang dihadiri oleh para profesional dan akademisi bergelar S2 yang penurut sambil manggut-manggut. Belum lagi dengan menjamurnya dakwah-dakwah para motivator yang disimak oleh manager-manager muda dengan tampang melongo karena saking kagumnya. Kadang-kadang petuah-petuah tersebut memang menggenjot semangat kita, namun itu hanya sebentar. Segar sesaat seperti minum kopi, tapi saat kadar kafein yang mengalir dalam darah kita sudah hilang, kita kembali loyo, bahkan ingin minum kopi lagi sehingga menjadi kecanduan.
Lelahnya kompetisi dalam berbagai bidang kehidupan dan kebingungan makna hidup yang menjangkiti masyarakat moderen, telah menjadi pasar potensial bagi para ustadz ngepop, dukun, “pakar” dan motivator untuk menjual mantra-mantranya. Mantra-mantra tersebut bisa dalam bentuk buku, seminar, program-program penggenjot semangat atau tausiah-tausiah ruhaniah. Dalam sebuah survey di Amerika Serikat, ternyata itu menghabiskan biaya milyaran dollar tapi tidak banyak merubah apa-apa. Produktifitas pekerja masih tetap sama dan tidak merubah perilaku mereka menjadi lebih baik. Saya pikir di Indonesiapun tak jauh berbeda.
Banyak sekali peristiwa acak yang mempengaruhi hidup kita. Apakah itu berupa perang, bencana, krisis atau boom ekonomi, politik, genre seni sampai dengan model rambut. Banyak hal diluar rencana kita yang kemudian kita alami begitu saja. Apakah itu karier, pasangan, percintaan, pengkhianatan, kita menjadi kaya atau bangkrut dan sebagainya. Sayap kita terlalu lemah untuk mampu melawan angin besar kejadian-kejadian yang selalu mengiringi kehidupan kita. Ada hal-hal besar yang tidak bisa kita kendalikan, namun masih banyak hal-hal kecil yang bisa kita kendalikan dan akan menentukan siapa kita,  oleh karena itu juga akan menjadikan kita sebagai apa.
Kita masih bisa mengendalikan sayap mungil kita untuk hal-hal yang sederhana. Setia kepada pasangan, hormat kepada atasan, menghargai bawahan, peduli tetangga, tidak terlambat masuk kantor, menjaga kesehatan anak-anak, rajin olahraga dan lain-lain jauh lebih baik dari pada berkonsentrasi melakukan kiat-kiat raksasa seperti mengejar sukses atau bersusah payah meraih kekayaan. Hidup tidak seindah kata-kata mutiara. Angin besar takdir memang selalu berhembus diatas samodra kehidupan manusia, tapi kita masih punya kendali sederhana, yaitu mengembangkan layar!, agar biduk mungil kita selamat sampai ditujuan yang kita idam-idamkan.