Ada beberapa pertayaan yang sering ditanyakan oleh nmasyarakat mengenai pensertipikatan tanah adat di daerah pedesaan . Di daerah pedesaan, kepemilikan tanah kebanyakan berdasarkan hukum adat dan waris. Apakah tanah adat bisa dibuat sertifikat tanah tanpa jual beli? 

Secara umum dan awam, orang menyebut “tanah adat” ada 2 pengertian:


1.    Tanah “Bekas Hak Milik Adat” yang menurut istilah populernya adalah Tanah Girik, berasal dari tanah adat atau tanah-tanah lain yang belum dikonversi menjadi salah satu tanah dengan hak tertentu (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau Hak Guna Usaha) dan belum didaftarkan atau disertifikatkan pada Kantor Pertanahan setempat. Sebutannya bisa bermacam-macam: girik, petok, rincik, ketitir dan lain sebagainya; atau


2.    Tanah milik masyarakat ulayat hukum adat, yang bentuknya seperti: tanah titian, tanah pengairan, tanah kas desa, tanah bengkok dll. Untuk jenis tanah milik masyarakat hukum adat ini tidak bisa disertifikatkan begitu saja. Kalau pun ada, tanah milik masyarakat hukum adat dapat dilepaskan dengan cara tukar guling (ruislag) atau melalui pelepasan hak atas tanah tersebut terlebih dahulu oleh kepala adat.  


Untuk tanah bekas hak milik adat yang berbentuk Girik (poin 1) di atas, jika pihak yang hendak melakukan proses penyertifikatannya merupakan pemilik asli yang tercantum dalam tanah adat tersebut, maka tidak diperlukan adanya jual beli terlebih dahulu.


Jika sudah terjadi pewarisan misalnya, maka harus didahului dengan pembuatan keterangan waris dan prosedur waris seperti biasa. Pembuatan Surat Keterangan Waris di buat Mengetahui Kepala Desa dan Camat setempat.


Sedangkan jika perolehan haknya dilakukan melalui mekanisme jual beli, maka harus di ikuti lebih dahulu proses jual belinya. Jika dari jual beli dibawah tangan dengan bukti kuitansi masih dapat dilampirkan asal perbuatan hukum itu sebelum Tahun 1997 dan apabila setelah diberlalukannya PP 24 Tahun 1997 maka harus dibuktikan dengan Akta Jual Beli.


Penyertifikatan tanah adat dalam istilah hukum pertanahan dikenal dengan pendaftaran tanah untuk pertama kali, yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar. Kegiatan ini ada dua jenis, pertama, pendaftaran tanah secara sistematis, yang diprakarsai oleh pemerintah. Yang kedua, pendaftaran tanah secara sporadis yang dilakukan mandiri/atas prakarsa pemilik tanah. Kedua kegiatan ini tidak perlu didahului dengan proses jual beli.


Kembali ke pertanyaan diatas, yang akan dilakukan adalah jenis yang kedua, yaitu secara sporadis yaitu pensertipikatan yang dilakukan oleh pemohon/pemilik tanah sendiri , Pemohon dapat meminta bantuan PPAT yang wilayah kerjanya sesuai dengan letak objek tanah yang akan didaftarkan atau anda dapat mengurus sendiri ke Kantor Pertanahan setempat.


Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi adalah:

1.    Surat Rekomendasi dari lurah/camat perihal tanah yang akan didaftarkan.

2.    Membuat surat keterangan tidak sengketa dari Lurah/Kepala Desa

3.    Surat Permohonan dari pemilik tanah untuk melakukan penyertifikatan (surat ini bisa diperoleh di Kantor Pertanahan setempat) biasa disebut Model A.

4.    Surat kuasa (apabila pengurusan dikuasakan kepada orang lain, misalnya PPAT).

5.  Identitas pemilik tanah (pemohon) yang dilegalisasi oleh pejabat umum yang berwenang (biasanya Notaris) dan/atau kuasanya, berupa fotokopi KTP dan Kartu Keluarga, surat keterangan waris dan akta kelahiran (jika permohonan penyertifikatan dilakukan oleh ahli waris).

6.  Bukti perolehan hak atas tanah atau alas hak yang dimohonkan: girik/petok/rincik/ketitir atau bukti lain sebagai bukti kepemilikan.

7.   Surat pernyataan telah memasang tanda batas.

8.  Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan Surat Tanda Terima Sementara (STTS) tahun berjalan.
9.  Surat Keterangan bahwa tanah tersebut telah dikuasai secara fisik.
10. Surat keterangan Tanah Adat / Surat Keterangan Riwayat Tanah.


Setelah semua dilengkapi dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat, maka rangkaian kegiatan pendaftaran tanah pun dimulai. Pihak Kantor Pertanahan akan meninjau lokasi dan mengukur tanah, menerbitkan Peta Bidangnya dan surat ukur, kemudian dilakukan proses pertimbangan Panitia A, pengumuman, pengesahan pengumuman, dan yang terakhir, penerbitan sertifikat tanah. Sesuai dengan PerKaBPN No.1 tahun 2010 proses ini memakan waktu 98 hari kerja, tetapi bisa juga lebih, tergantung kelengkapan berkas dan kondisi di lapangan.

Atau selengkapnya dapat di baca pada artikel Pendaftaran Hak-Hak Atas Tanah Adat Menurut Ketentuan Konversi Dan PP No. 24/199
 


Demikian, semoga bermanfaat.


Dasar Hukum:

Permenag/Ka BPN nomor. 3 tahun 1997 
Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 tahun 2010