Perlunya Revitalisasi Fungsi Sertifikat Tanah
Posted In:
ARTIKEL PERTANAHAN
.
By prasetyobpn.blogspot.com
Perlunya Revitalisasi Fungsi Sertifikat Tanah
Fungsi sertifikat tanah sebagai recht cadastral perlu direvitalisasi,
bukan sekadar untuk memberikan kepastian dan jaminan hukum hak atas
tanah tetapi mestinya juga menjadi alat kendali untuk kemakmuran yang
berkeadilan bagi rakyat NKRI dan menjaga kelestarian kualitas
lingkungan hidup.
“BPN
seharusnya tidak hanya sekadar menerbitkan sertifikat tanah, tetapi
harus bisa memastikan, setiap bidang tanah dapat menjamin kelangsungan
pembangunan, kemasyarakatan dan kebangsaan yang berkelanjutan, sesuai UU
No.5 Tahun 1960 tentang Pokok - Pokok Agraria (UUPA),” ujar praktisi
pertanahan Bambang S. Widjanarko,
Dalam
UUD 45 mengamanatkan, negara mengatur sumber-sumber ekonomi untuk
kemakmuran rakyat yang berkeadilan dengan paham sosialisme Indonesia
dengan semangat gotong royong.
Perlunya
segera di wujudkan UU Pertanahan sebagai payung hukum bagi pelaksanaan
UUPA dan penataan kembali Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanah (P4T) berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 untuk
memberikan perlindungan rakyat miskin.
Alasannya
adalah karena UU Pertanahan memuat azas-azas, ajaran dan filosofi hukum
Pertanahan yang menjabarkan hak keperdataan orang atas tanah, sedangkan
UU Agraria/UUPA adalah peraturan pelaksanaan bagi orang dalam hubungan
pengelolaan tanah agar berhasilguna untuk dinikmati orang dan masarakat.
Karena itu pelaksanaan UUPA harus dengan acuan UU Pertanahan, sebagai
payung hukumnya, agar tidak merugikan rakyat, karena sengketa yang terus
menerus tanpa penyelesaian dengan dasar hukum yang kuat.
Indonesia
hingga kini belum memiliki UU Pertanahan yang mengatur Hukum
Pertanahannya sebagai pedoman acuan bagi pelaksanaan UUPA, maka banyak
sengketa yang tidak dapat dibedakan apakah merupakan sengketa tanah atau
agraria. Akibatnya semua sengketa diselesaikan berdasarkan kebijakan
pejabat eksekutif yang hanya mengacu pada UUPA yang lepas kendali dari
payung hukum yang seharusnya diacu yaitu Hukum Pertanahan melalui UU
Pertanahan. Karena itu banyak keputusan penyelesaian sengketa yang
justru ditolak masarakat dan menimbulkan sengekta baru, sebab
keputusannya selain tidak memenuhi tuntutan rasa keadilan masyarakat,
juga karena para penegak hukum tidak memiliki acuan dasar untuk menilai
benar tidaknya atau adil tidaknya tuntutan dalam sengketa yang terjadi.
Bambang
juga mengatakan perlunya aparat BPN dari pusat sampai ke Kabupaten/Kota
harus memahami esensi UUPA, agar bisa memberikan pencerahan pada
birokrasi di luar BPN dan masyarakat, serta bisa melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya dengan benar. Karena itu aparat BPN harus memahami
anatomi pertanahan, mampu menjabarkan amanat para pendiri bangsa, bahwa
tanah sebagai perekat NKRI dan sebagai wahana kehidupan yang harmonis
bagi langgengnya Bhinekka Tunggal Ika. “Harus dipahami juga bahwa tanah
menyangkut aspek poleksosbudhankamnaskum dan teknis,” ujar Direktur
Pengolahan Tanah Negara, Tanah Terlantar & Tanah Kritis BPN RI itu.
Untuk
menjaga wilayah NKRI, BPNRI seharusnya segera memasang tugu – tugu
kadastral di wilayah perbatasan dan pulau – pulau terluar. Selain
untuk mengetahui koordinat wilayah NKRI, hal itu juga berfungsi sebagai
pengamanan hukum dan administrasi pertanahan.
Sedangkan
untuk bisa memahami anatomi pertanahan, yang digambarkan dalam database
P4T di lapangan, diperlukan program pemberdayaan masyarakat. yang
demokratis. Hal itu dilakukan dengan program Manajamen Pertanahan
Berbasis Masyarakat (MPBM), yang sudah diujicobakan di 35 desa/kelurahan
di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah itu, tahun 2006. Program itu
memberdayakan anggota masyarakat sebagai motor penggerak. “Melalui
rembug desa dibentuk Tim Sembilan, dipilih empat orang pemuda sebagai
tim pengumpul data dan lima orang tokoh masyarakat sebagai tim verfikasi
data,” tutur mantan Kakanwil BPN Jawa Tengah ini.
Dijelaskan,
dalam prakteknya, masyarakat mematoki tanahnya masing-masing, BPN
Kab/Kota menyiapkan Peta Dasar/ Kerja untuk memplotting sket bidang
tanah yang dihasilkan oleh Tim Sembilan, dan mensupervisi administrasi
pertanahan di Desa/Kelurahan.
Peta
dasar diambil dari Peta Citra / Peta Google / Peta Minut Jantop AD /
Peta Kehutanan / Peta Sismiop, dan sebagainya. “Hasil pendataan bidang
tanah tersebut juga bisa digunakan kelompok masyarakat desa untuk
merencanakan optimalisasi penggunaan dan pemanfaatan tanah yang dapat
menciptakan lapangan kerja sekaligus mengentaskan kemiskinan,” tandas
Bambang.
Dalam hal ini, pemerintah hanya memfasilitasi dan supervisi berupa asset reform
(sertifikasi tanah) dan akses reform, seperti permodalan, keterampilan,
produksi, industri rumah tangga, packing, pemasaran, dan sebagainya.
Bambang
menambahkan, tahun 2007, tiga kabupaten yakni Sragen, Purbalingga dan
Pemalang menerapkan program MPBM secara serentak di seluruh
desa/kelurahan, sementara kabupaten/kota lainya melaksanakan secara
sporadis di beberapa desa. “Tahun 2008, MPBM juga diaplikasikan di
Kabupaten Maluku Tenggara yang sarat dengan sengketa tanah ulayat. Sebab
program ini dapat mencegah dan menyelesaikan sengketa tanah yang banyak
terjadi di masyarakat,” tambahnya.
Sebenarnya
MPBM adalah penjabaran dari perintah Tap MPR No.IX tahun 2001 dan Kep
MPR No.V tahun 2003, dimana dalam pelaksanaan reforma agraria didahului
dengan pendataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
yang selama ini tidak pernah dilaksanakan secara konsekuen.
Hasil
MPBM juga dapat dikros-cek dengan peta aset tanah milik pemerintah,
baik dari sumber APBN/D, hasil nasionalisasi aset milik asing di era
ORLA, yaitu tanah - tanah PJKA, PTPN, PELNI, Pelabuhan dan pengawasan
tanah – tanah ex perkumpulan kelompok cina eksklusif di era ORBA (buku
merah putih) serta tanah – tanah yang dikuasai oleh TNI dan POLRI
setelah kemerdekaan.
Aset
Tanah milik atau yang dikuasai Pemerintah tersebut nantinya bisa di
manfaatkan untuk menggerakkan ekonomi nasional dengan cara
mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatannya mengingat lokasinya yang
kebanyakan sangat strategis. Pemanfaatan tanah tersebut bisa
diperuntukkan bagi kepentingan perlindungan rakyat miskin (pasar
tradisional, rusunewa), infrastruktur, memperbaiki kualitas lingkungan
hidup, meningkatkan ketahanan pangan, menciptakan sumber energi baru,
pembangunan transportasi massal orang dan barang (rel kereta api fourth track dari Banda Aceh sampai Banyuwangi) serta cadangan umum yang bersifat strategis bagi keperluan negara.
Untuk
melangkah ke sana, diperlukan koordinasi dan sinergitas BPNRI,
Depdagri, Depkeu, Meneg BUMN, Menhut, Mentan, Meneg Bappenas dengan
koordinasi Menko Ekuin.
Hal
itu dikemukakan, menanggapi terkaitnya kemiskinan dan kebijakan yang
menyangkut pertanahan sehingga diperlukannya intervensi politik dan
sosial untuk memecahkan kebuntuan kemiskinan dengan operasionalisasi
kebijakan yang mampu menyalurkan kreatifitas masyarakat yang memiliki
seribu strategi alternatif melawan kemiskinan, serta kaitannya dengan
penguatan solidaritas sosial.
0 Responses to Perlunya Revitalisasi Fungsi Sertifikat Tanah
Something to say?