JAKARTA, BK
Kepala BPN Jakbar Tjahjo Widianto, mendesak agar segera dibentuk peradilan pertanahan untuk memperkuat pelaksanaan Undang-Undang (UU) Agraria. Pernyataan tersebut diungkapkan dalam disukusi terbatas dengan wartawan di Kantor BPN Jakbar, Senin {1716).

Menurut dia, desakan ini muncul karena karena sejumlah kasus sengketa tanah di pengadilan justru dimenangkan para mafia tanah. Langkah perapihan dan penertiban sertifikat lewat metoda digital yang transparan bagi publik yang dila-kukan BPN, menjadi sia-sia. "Percuma saja kami melakukan perapihan surat tanah lewat sistem digital yang transparan kalau akhirnya mentah begitu saja di bawah palu hakim," ujarnya/

Tjahjo mengungkapkan, dalam sejumlah kasus sengketa tanah di pengadilan, majelis Kakim cenderung menyisir sertifikat yang sudah jelas asal usul dan pihak yang menerbitkan. "Tetapi mereka tidak pernah meneliti asal usul dan menguji surat girik. Anehnya, para hakim ini justru memenangkan mereka yang menyodorkan girik dan mementahkan para pemilik sertifikat. Saya prihatin, instansi penegak hukum kondisinya masih seperti itu," tuturnya.

Ia menyebutkan kasus sengketa tanah Asrama Polisi di Pesing, Jakbar yang nyaris membuat negara kehilangan asetna. "Setelah kami teliti, ter-nyata eigendom-nya nggak benar. Untung kami diminta sebagai saksi. Sebab, dalam sejumlah kasus lain, majelis hakim sering tidak memanggil kami sebagai saksi. Apa boleh buat, itu hak majelis hakim," sesal Tjahjo.

Ia mengingatkan sebuah hadis yang menyebutkan, hakim yang tidak jujur, martabatnya lebih rendah ketimbang para pekerja seks. Menurut dia, sebenarnya UU Agraria sudah menyebutkan secara terang bahwa sejak 1960, eigendom dan girik tidak berlaku lagi sebagai bukti kepemilikan atas tanah.

Dengan alasan tersebut, BPN Jakbar mendesak dibentuknya Peradilan Pertanahan untuk memperkuat pelaksanaan UU Agraria, kompas.com/dn